Hal tersebut terpaksa dilakukan warga di tiga desa itu, karena alber milik Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Matim yang berada di lokasi bencana longsor itu, tidak dapat digunakan alias tak berfungsi.
Salah satu warga Bangka Kantar, Yopin Kadut, ketika diwawancarai floreseditorial.com, menjelaskan, guna memperlancar kembali air yang mengalir di saluran irigasi, warga terpaksa mengumpulkan uang untuk membayar alber milik PT. Mitra.
"Kami bayar Rp 4 juta ongkos muat alat (PP). Untuk breker, kami bayar Rp 750.000 per jam, dan untuk baket buat bersih sebesar Rp 550.000 per jam," papar Yopin.
Ia menjelaskan, alber milik Pemda Matim yang hingga kini masih berada di lokasi benaca, tidak dapat digunakan dan tidak berfungsi. Padahal, kata Yopin, pihaknya masih membutuhkan alber tersebut untuk membersihkan material-material berukuran kecil.
"Kami minta Pemda, agar alat tersebut bisa digunakan kembali untuk membantu membersihkan material batu yang sudah dibersihkan oleh alat yang kami bayar," pintanya.
Untuk diketahui, longsor besar yang terjadi di Wilayah Lingko Lele, Desa Compang Kantar, Kecamatan Rana Mese, Kabupaten Matim beberapa waktu lalu, menimbun saluran irigasi di wilayah tersebut, mengakibatkan aliran air di saluran irigasi yang mengairi persawahan di Bangka Kantar itu putus total. Akibatnya, sekitar ratusan hektar sawah milik warga terancam gagal panen.