Koruptor di Indonesia: Dihukum atau Justru Dilindungi?

- Rabu, 24 Agustus 2016 | 06:08 WIB
pexels-fauxels-3184436
pexels-fauxels-3184436

-
Ilustrasi “Enaknya menjadi seorang koruptor di Indonesia” Kalimat itulah yang terucap ketika mengetahui ringannya hukuman yang diberikan kepada para koruptor di Indonesia. Padahal jika dilihat dari bentuk kejahatannya, koruptor seharusnya mendapatkan hukuman yang paling berat. Dikutip dari Beritagar, menjelang perayaan 17 Agustus kemarin menkumham Yasonna Laoly sempat mengutarakan perlunya merevisi Pasal 34 PP No 99 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Pasal yang direvisi oleh Menteri Yasonna ini adalah pasal 34A ayat 1 mengenai pemberian remisi bagi narapidana kejahatan terorganisasi seperti korupsi yang bersedia menjadi justice collaborator (JC) atau bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar kasus tindak pidana yang dilakukannya. Jika revisi yang dilakukan oleh menteri Yasonna ini berhasil, maka peraturan tersebut akan ditiadakan. Untuk mendapat remisi koruptor tidak perlu lagi membantu polisi mengusut tindak kejahatannya. Syarat mereka untuk mendapatkan remisi akan sama dengan napi biasa, yaitu berkelakuan baik dan telah menjalani masa pidana lebih dari 6 bulan. Alasan kenapa Menteri Yasonna berniat merevisi undang-undang ini dikarenakan kapasitas penjara Indonesia yang tidak lagi mencukupi. Menurut Yasonna jika Indonesia harus membangun penjara lagi maka pembangunan tersebut akan menelan banyak dana. Jadi bisa dibilang Indonesia lebih memilih untuk memperingan hukuman bagi koruptor demi menghemat kapasitas penjara. Menkumham Yasonna Laoly ketika menyidak salah satu lapas di Jakarta

Koruptor bisa melenggang bebas, orang biasa justru menerima hukuman maksimal

Sungguh ironis memang. Saat hukuman bagi koruptor semakin dipermudah, hukum Indonesia justru menjerat para pelaku kejahatan ringan dengan hukuman maksimal. Masih ingat kasus dari tahun 2015 mengenai nenek bernama Asiani yang diadili dan dipenjara karena tuduhan mencuri kayu jati yang sebenarnya adalah miliknya sendiri? Nenek Asiani harus masuk bui karena mencuri pohon jati miliknya sendiri Nasib naas para guru yang masuk bui karena mencubit muridnya juga merupakan contoh bagaimana jalannya sistem peradilan di Indonesia. Jika dibandingkan dengan tindak korupsi, kedua kasus tersebut tidak ada apa-apanya namun justru merekalah yang ditindak secara berlebihan. Apakah ini adil? Padahal jika digolongkan korupsi termasuk dalam tindak kejahatan white collar crime atau kejahatan orang-orang dengan jabatan tertentu. Kejahatan yang dilakukan oleh para koruptor juga berdampak langsung pada negara sehingga dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa. Tapi buktinya masa hukuman pelaku korupsi justru lebih ringan. Bukan White Collar yang ini yah

Hukum di Indonesia masih menguntungkan koruptor?

Belum lama ini Indonesia Corruption Watch (ICW) telah mengungkap fakta baru mengenai putusan hukuman bagi koruptor. Dilansir dari Kompas, data vonis korupsi semester satu tahun 2016 menunjukkan total dari 384 terdakwa, 275 atau 71,6 persen mendapat  vonis ringan yaitu hukuman 1-4 tahun penjara. Sisanya 46 terdakwa divonis bebas, 37 terdakwa divonis sedang, 7 divonis berat dan 19 lainnya teridentifikasi. Vonis hukuman ringan para pelaku korupsi ternyata tidak hanya terjadi pada tahun 2016 saja, melainkan semenjak tahun 2012 lalu. Menurut ICW hukuman ini tidak akan membuat efek jera apalagi jika para koruptor ini masih menerima remisi. Belum lagi sempat muncul wacana untuk tidak memenjarakan koruptor yang idenya berasal dari Mantan Menkopolhukan Luhut Binsar Pandjaitan. Meski lantas belum jelas bagaimana efek jera bisa timbul jika penjara benar dihapuskan bagi koruptor. Mengutip Kompas, daripada dipenjara, koruptor justru harus diminta pertanggungjawabannya untuk mengembalikan uang negara yang dicuri. Selain itu koruptor juga akan menerima sanksi seperti pencabutan jabatan. Ilustrasi hukuman yang seharusnya diberikan kepada koruptor Masuk akal memang, tapi bagaimana cara para koruptor dapat mengganti uang kerugian negara? Jika ditambah dengan penalti, jumlah uang yang dicuri akan menggembung. Mustahil rasanya bagi koruptor untuk mengembalikan jumlah tersebut. Bukankah lebih baik jika pemerintah justru mempertegas hukuman pidana untuk menimbulkan efek jera. Jangan sampai negara Indonesia ini dicap sebagai surga para koruptor! Sindirian Benny and Mice pada sistem hukum bagi para pelaku korupsi di Indonesia Kalau menurut kamu bagaimana? Hukuman apa yang paling cocok untuk para pelaku korupsi di Indonesia? Penulis: Bimo Aryoaji// Sumber : http://http://m.caping.co.id/News/FbnewsDetail/1071848

Editor: Admin Flores Editorial

Tags

Terkini

Siswa SD di Kupang Bawa Senjata Api ke Sekolah

Sabtu, 27 Mei 2023 | 18:30 WIB
X