Oleh: Rm Beny Jaya
Kita semua mengenal prosesi Patung Bunda Maria. Di Fatima, di Lordes selalu ada prosesi Patung Bunda Maria. Di Borong, Kabupaten Manggarai Timur, keuskupan Ruteng sejak pater Voyensiak (Maaf jika ada kesalahan penulisan nama) selalu melakukan prosesi.
Pater Stanis Wyparlo melakukan prosesi dari Kapela kota Borong menuju Gua Maria di Golokarot, pada saat Gua Maria itu diberkati. 15 tahun lalu, Romo Beny Jaya menghidupkan prosesi ini.
Bahkan pada massa ini dilakukan prosesi patung Bunda Maria keliling Kabupaten Manggarai Timur.
Pemerintah setempat, sejak jaman penjabat Bapak Frans Padju Leok selalu menyerahkan kota dan kabupaten kepada Bunda Maria. Dilanjutkan oleh Bupati terpilih Bapak Yoseph Tote dan bapak Andreas Agas. Demikian pun jaman bupati Andreas Agas dan wakilnya.
Keuskupan Ruteng melalui tangan Uskup menyerahkan sebuah Patung Bunda Maria, pada saat pemberkatan kantor baru dari Kabupaten Manggarai baru. Tahun 2022, prosesi itu dihidupkan kembali di Borong. Dalam prosesi itu, setiap wilayah menerimanya dengan tari-tarian yang indah.
Yang menjadi pertanyaan untuk kita adalah mengapa kita melakukannya dan apa yang menjadi dasarnya.
Prosesi Patung Bunda Maria dihubungkan dengan gelarnya Maria Tabut Perjanjian Baru.
Istilah Tabut Perjanjian sudah ada sejak perjanjian lama. Kita coba melihat jejak itu dalam kitab suci dan kita coba merefleksikannya dalam hidup kita.
Artikel Terkait
Renungan Bulan Maria, 25 Mei 2022: Haus, Hati dan Perjanjian dalam Penyerahan Diri Kepada Maria
Renungan Bulan Maria, 26 Mei 2022: Maria Cinta Budaya
Renungan Bulan Maria, 27 Mei 2022: Maria Figur Teladan Bernegara
Renungan Bulan Maria, 28 Mei 2022: Di mana Maria ada, Di Situ ada kehidupan
Renungan Bulan Maria, 29 Mei 2022: Maria Teladan Persaudaraan Bagi Kita