Tiga Hari, Tiga Pulau, Tiga Cinta di Larantuka (a serial)

Floreseditorial.com-"Nda, siap-siap, kamu ke Flores Timur sama Ujang, kameramannya. Bikin beberapa liputan wisata di sana. Katanya ada prosesi religi keagamaan apa gitu di sana, yang katanya sudah ada sejak lima abad yang lalu, keren khan? Ada juga beberapa potensi wisata di sana yang juga harus kamu liput. Kamu belum pernah ke Indonesia Timur khan"? tanya Pak Yandi, manajer produksiku, laki-laki setengah abad yang kumisnya setebal baliho caleg sambil duduk di kursi kerjanya yang kelihatan empuk itu.

Tangan kanannya memainkan sebatang pena, rasanya nasib saya pun sedang dimainkan oleh lelaki ini layaknya pena yang dimainkannya itu.

Belum sih pak. Tapi pak, saya takut ketinggian.. Saya tak mungkin transit pesawat sampai tiga empat kali, swear pak! belaku, berharap dia membatalkan pekerjaan ini. 

Baca Juga: Onchy Rebon: Puisi yang Belum Usai

Khan, masih ada kapal laut. Lebih murah malahan. Sekalian bikin liputan tentang orang-orang yang masih setia menggunakan kapal laut, khan keren! timpalnya, tanpa dosa. 

Ah, seandainya aku tak melakukan kecerobohan itu, mungkin nasibku tak bakal sesial ini, gerutuku dalam hati.

 Pak, saya minta maaf deh untuk kecerobohan saya kemarin pak. Tapi jangan hukum saya dong seperti ini.

Baca Juga: Puisi Vicente Huler Jr: Maukah Kau Menikah Denganku?

 Suruh saya ke mana gitu pak, asal jangan ke Flores pak. Saya belum tahu betul kondisi di sana. Kata teman saya, di sana masih banyak hewan buas yang berkeliaran di sana.

 Saya khan alergi dengan hewan buas, pak. Saya takut kalau tiba-tiba ada babi hutan yang menghancurkan kaca mobilnya, ih itu ngeri sekali loh, pak. Pliss deh pak, rengekku merayu dengan suaranya -yang memang menurutku sendiri- terdengar menjijikan.

 Jurus pamungkas ini biasanya aku keluarkan bila sudah mentok, dan biasanya berhasil membujuk siapa saja.

Baca Juga: 5 Rekomendasi Baju Kaftan Best Seller dan Stylish untuk Ramadhan dan Lebaran 2023